Kognitif dan
Musik Kognitif merupakan semua proses dan produk pikiran untuk mencapai
pengetahuan yang berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan,
mengkategorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi.
Penelitian
menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang kaya untuk
segala aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (emotional
intelligent). Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori Neuron
mengatakan bahwa neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik
sehingga neuron yang terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri
dalam sirkuit otak, sehingga
terjadi perpautan antara neuron otak kanan dan
otak kiri itu.Mengacu pada perkembangan kognitif dari Piaget (1969) dalam teori
belajar yang didasari oleh perkembangan motorik, maka salah satu yang penting
yang perlu distimulasi adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan
motorik anak mengenal dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga
meningkatkan kepekaan sensori, dan dengan kepekaan sensori ini juga
meningkatkan perkiraan yang tepat terhadap ruang (spatial), arah dan
waktu.Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari berfungsinya
efisiensi pada area lain. Kesadaran anak akan tempo dapat bertambah melalui
aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan urutan dari
pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga diperkuat
melalui aktivitas gerak. Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan-kemampuan
seperti ini makin dioptimalkan melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik
klasik.
Rithme, melodi,
dan harmoni dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan
kemampuan belajar anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan
antara waktu, jarak dan urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang
dibutuhkan untuk kecakapan dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian
masalah.
Hasil
penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori
neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi
sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan,
suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri
dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin
kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan
matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak. Selain itu juga, Gordon
Shaw (1996) mengatakan kecakapan dalam bidang yakni matematika, logika, bahasa,
musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak melalui musik.
Dengan
melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas kontrol dan kelas
eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan
matematika menguat. Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan
bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Didukung pula oleh Martin
Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil penelitiannya mengatakan seni
dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus
pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan
matematika, karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan
dalam musik dan angka dalam matematika.
Daryono Sutoyo,
Guru Besar Biologi UNS Solo, melakukan penelitian (1981) tentang kontribusi
musik yaitu menstimulasi otak, mengatakan bawha pendidikan kesenian penting
diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) agar peserta didik sejak dini
memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan otak kiri dan belahan otak
kanannya. Bila mereka mampu menggunakan fungsi kedua belahan otaknya secara
seimbang, maka apabila mereka dewasa akan menjadi manusia yang berpikir logis
dan intutif, sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam perasaannya.
Implementasi
dari penelitian tersebut, pendidikan kesenian sewaktu di SD mempengaruhi
keberhasilan studi pada pendidikan berikutnya yaitu di SMP, dan begitu juga
dengan pendidikan kesenian di SMP kan mempengaruhi keberhasilan studi pada masa
di SMA. Dan kesenian di SMA, mau tidak mau menjadii factor penentu dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang baik. Musik dan Kecerdasan Emosi
Sternberg dan Salovery (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengenali emosi diri, yang merupakan kemampuan seseorang dalam
mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia
mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas
perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan
secara mantap.
Kemampuan
mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya
sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya
secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap
dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya
disesali di kemudian hari.
Kepekaan akan
rasa indah timbul melalui pengalaman yang dapat diperoleh dari menghayati
musik. Kepekaan adalah unsur yang penting guna mengerahkan kepribadian dan
meningkatkan kualitas hidup. Seseorang memiliki kepekaan yang tinggi atas
perasaan mereka maka ia akan dapat mengambil keputusan-keputusan secara mantap
dan membentuk kepribadian yang tangguh. Kemampuan motivasi adalah kemampuan
untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik
dan bermanfaat.
Dalam hal ini
terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga memiliki
kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya dalam hal
belajar. Seperti apa yang kita cita-citakan dapat diraih dan mengisyaratkan
adanya suatu perjalanan yang harus ditempuh dari suatu posisi di mana kita
berada ke titik pencapaian kita dalam kurun waktu tertentu.
Kemampuan
membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi
orang lain. Evelyn Pitcer dalam Kartini (1982) mengatakan musik membantu remaja
untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan
perkembangan terhadap emosional mereka. Remaja, merupakan pribadi sosial yang
memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya.
Remaja ingin
dicintai, ingin diakui, dan dihargai.
Berkeinginan
pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Jelas bahwa
individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang komplementer, saling
mengisi dan melengkapi dalam eksistensi remaja. Kecerdasan emosional perlu
dikembangkan karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah
masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensi anak dapat berkembang
secara lebih optimal. Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif
sekaligus keterampilan sosial emosional.
Daniel Goleman
(1995) melalui bukunya yang terkenal “Emotional Intelligences (EQ)”, memberikan
gambaran spectrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang
masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para
ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan
musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996). Menurut Siegel (1999) ahli
perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam proses
pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah
kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang
sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak.
Efek atau
suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman
emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan. Artinya,
hemisfer ini memainkan peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang sangat
penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi. Kehalusan dan
kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati
pengalaman kehidupan dengan “perasaan”, adalah fungsi otak kanan, sedang
kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah
fungsi otak kiri.
Kemampuan
seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan manusiawi dengan orang lain
merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan kiri itu). Proses
mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan
pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang
inherent terdapat pada setiap manusia.
Untuk dapat
merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dengan
lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui
musik sejak masa dini. Campbell 2001 dalam bukunya efek Mozart mengatakan musik
romantik (Schubert, Schuman, Chopin, dan Tchaikovsky) dapat digunakan untuk
meningkatkan kasih sayang dan simpati. Musik digambarkan sebagai salah satu
“bentuk murni” ekspresi emosi. Musik mengandung berbagai contour, spacing,
variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas, sesuai dengan
komponen-komponen emosi manusia.
No comments:
Post a Comment