Pages

Thursday, 10 September 2015

Sistem Komunikasi Intrapersonal

Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera,” tulis Benyamin B. Wolman (1973:343).
Apapun definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.
Kita mengenal lima alat indera atau panca indera. Psikologi menyebut sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan , temperatur, rasa sakit, perasa, dan penciuman. Kita dapat mengelompokannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi bisa berasal dari luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar di indera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam di indera oleh interoseptor (misalnya, system peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri di indera oleh proprioseptor (misalnya, organ vestibular).
Perbedaan sensasi dapat disebabkan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya, disamping kapasitas alat indera yang berbeda. Sebagaimana kacamata menunjukkan berbagai ukuran, seperti itu pula alat indera yang lain (walaupun tidak ada kaca lidah, kaca kulit, atau kaca kuping). Perbedaan kapasitas alat indera menyebabkan perbedaan dalam memilih pekerjaan atau jodoh, mendengarkan music, atau memutar radio.
Pengertian persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976:129).
Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977:235) menyebutnya faktor fungsional dan faktor structural. Faktor lain yang mempengaruhi persepsi yaitu perhatian.
“Perhatian adalah proses mental ketika stikuli atau rangkaian stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah”, demikian definisi yang diberikan oleh Kenneth E. Andersen (1972:46), dalam buku yang ditulisnya sebagai pengantar pada teori komunikasi. Perhatian terjadi bila mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.

Faktor Eksternal Penarikan Perhatian
Factor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarikan (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain:
Gerakan. Seperti organism yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. Kita senang melihat huruf-huruf dalam display yang bergerak menampilkan nama barang yang diiklankan.
Intensitas Stimuli. Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain. Warna merah pada latar belakang putih, tubuh jangkung ditengah-tengah orang pendek, suara keras dimalam sepi, dan sebaganiya, sukar lolos dari perhatian kita.
Kebaruan (Novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimuli yang luar biasa lebih mudah dipelajari atau diingat. Karena alasan inilah orang mengejar novel yang baru terbit, film yang baru beredar, atau kendaraan yang memiliki rancangan mutakhir. Tanpa hal-hal yang baru, stimuli menjadi monoton, membosankan, dan lepas dari perhatian.
Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian. Di sini, unsure “familiarity” (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsure “novelty” (yang baru kita kenal). Emil Dofivat (1968), tokoh aliran publisistik Jerman, bahkan menyebut perulangan sebagai satu di antara tiga prinsip penting dalam menaklukkan massa.

Faktor Internal Penaruh Perhatian
Faktor-faktor Biologis. Dalam keadaan lapar, seluruh pikiran didominasi oleh makanan. Karena itu, bagi orang lapar, yang paling menarik perhatiannya adalah makanan. Yang kenyang akan menaruh perhatian pada hal-hal yang lain.
Faktor-faktor Sosiopsokologis. Berikan sebuah foto yang menggambarkan kerumunan orang banyak disebuah jalan sempit. Tanyakan apa yang mereka lihat. Setiap orang akan melaporkan hal yang berbeda. Motif sosiogenesis, sikap, kebiasaan, dan kemauan mempengaruhi apa yang kita perhatikan. Ini juga menggambarkan bagaimana latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan, menentukan apa yang kita perhatikan.
Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memebrikan respons pada stimuli itu. Dari sini, Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama: Persepsi bersifat selektif secra fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Mereka memberikan contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi.
Pengaruh kebudayaan terhadap persepsi sudah merupakan disiplin tersendiri dalam psikologi antar budaya (Cross Cultural Psychology) dan komunikasi antar budaya (Intercultural Communication).

Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Mula-mula konsep ini berasal dari penelitian psikofisik yang berkaitan dengan persepsi objek. Para psikolog sosial menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi social. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang member makna pada pesan yang diterimanya. Menurut McDavid dan Harari (1968:140), para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan ini amat berguna untuk menganalisa interprestasi perceptual dari peristiwa yang dialami.
Faktor-faktor structural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheimer (1959) dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat structural. Prinsip-prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya. Dengan kata lain, bagian-bagian medan yang terpisah (dari medan persepsi) berada dalam interpendensi yang dinamis (yakni, dalam interaksi), dan karena itu dinamika khusus dalam interaksi dinamika khusus dalam interaksi inimenentukan distribusi fakta dan kualitas lokalnya. Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Cruthfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga: sifat-sifat perceptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
Karena manusia selalu memandang stimuli dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka ia pun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan masyarakat bahwa stimuli yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok. Lihat gambar 5, kita tidak menyebutnya sebagai tiga kelompok baris, yang masing-masing terdiri dari segitiga dan titik. Ini prinsip Gestalt yang disebut “principles of similarity”.
Dari prinsip ini, Kretch dan Crutchfield menyebutkan ini persepsi yang keempat: objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama.
Dalil ini betul-betul bersifat structural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Kita segera menganggap bentuk-bentuk segitiga sebagai satu kelompok, dan titik-titik sebagai satu kelompok, dan titik-titik sebagai kelompok yang lain. Kita dapat meramalkan dengan cermat, dengan mengukur jarak diantara objek atau melihat kesamaan bentuk, benda-benda mana yang akan dikelompokkan.
Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Kebudayaan dalam melihat kesamaan. Pada masyarakat yang menitikberatkan kekayaan, orang akan membagi masyarakat pada dua kelompokorang kaya dan orang miskin. Pada masyarakat yang mengutamakan pendidikan, orang mengenal dua kelompok: kelompok terdidik dan tidak terdidik. Pengelompokkan kutural erat kaitannya dengan label; dan yang kita beri label yang sama cenderung dipersepsi sama.
Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian daristruktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat. Bila setelah terjadi kematian seorang tokoh, turun hujan lebat, kita cenderung menganggap hujan lebat diakibatkan diakibatkan oleh matinya sang tokoh. Dalam logika, kecenderungan dianggap sebagai slah satu kerancuan berpikir: post hoc ergo proter hoc; sesudah itu, dengan demikian karena itu. Menurut Krech dan Cruthfield, kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal.

Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir (yang akan kita uraikan nanti). Mempelajari memori membawa kita pada psikologi kognitif. Robert T. Craig (1979) bahkan meminta ahli komunikasi agar mendalami psikologi kognitif dalam upaya menemukan cara-cara baru dalam menganalisa pesan dan pengolahan pesan. Sumbangan paling besar dari psikologi kognitif adalah menyingkap tabir memori.
Memori adalah sistem yang sangat berstektur, yang menyebabkan organism sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap saat stimuli mengenai indera kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak sadar.
Secara singkat, memori melewati tiga proses: perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (disebut encoding) adalah pencacatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (stirage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana. Penyimpanan bias aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menmbahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan desas desus menyebar lebih banyak dari volume yang asal). Mungkin sacara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan (Mussen dan Resenzweig, 1973:499).
Pemanggilan kembali dilakukan dengan empat cara:
1) Pengingat (Recall). Pengingatan adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas. Jika anda ditanya, “ apakah jenis-jenis ikan laut yang termasuk mamalia?”. Ketika anda menjawab pertanyaan tersebut anda juga mencoba mengingat kembali fakta yang tersimpan dimemori.
2) Pengenalan (recognition). Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta, lebih mudah mengenalnya kembali. “siapa nama presiden Mesir sekarang – Sadat atau Mubarak?” pada pertanyaan kedua, anda tidak usah mengingatnya, anda harus mengenal satu diantara dua. Pilihan berganda (multiple-choice) dalam tes objektif menuntut pengenalan, bukan pengingatan.
3) Belajar lagi (Relearning). Menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori. Seorang psikolog sering membacakan kutipan-kutipan pendek dalam bahasa Yunani pada anaknya yang masih kecil. Kini sianak disuruh menghafal kutipan yang pernah dan yang tidak pernah didengarnya. Ternyata ia dua puluh lima persen lebih cepat menghafal kutipan yang pernah didengarnya. Ini yang disebut relearning.
4) Redintegrasi (Redintegration). Redintegrasi ialah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil. Petunjuk memori (memory cues) mungkin berupa bau tertentu, warna atau tempat. Inilah yang menyebabkan anda tiba-tiba dilanda perasaan sedih ketika mencium bau parfum Drakkar, karena mengingatkan anda pada pacar yang meninggalkan anda.

Ada tiga teori yang menjelaskan memori: teori aus, teori interferensi, dan teori pengolahan informasi.

Teori Aus (Disuse Theory)
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot, memori kita baru kuat, bila dilatih terus-menerus. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize”- makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982:94). Lagipula, tidak selalu waktu mengauskan memori. Sering terjadi, kita masih ingat pada peristiwa puluhan tahun yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lewat.

Teori Interferensi (Interference Theory)
Menurut teori ini, teori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Katakanlah, pada kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segera setelah itu, anda mencoca merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Ini disebut interferensi. Misalkan, anda menghafal menghafal dalam kamus bahasa inggris-indonesia. Anda berhsail. Terus kehalamn dua berhasil juga. Tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. Ini disebut inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang.
Masih ada satu hambatan lagi- walaupun tidak tepat masuk teori interferensi. Disebut hambatan motivasional. Psikolog klinik membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang “melukai” hati kita cenderung dilupakan. Freud mengasali lupa pada proses represi yang berkaitan dengan cemas atau ketakutan. Sebalikya, sesuatu yang penting menurut kita, yang memenuhi kebutuhan kita, akan mudah kita ingat. Sekali lagi, ini pengaruh faktor personal dalam memori.

Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory)
Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek); lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan kedalam long-term memory (LTM, memori jangka panjang). Otak manusia dianalogikan dengan computer.

Sensory Storage
Lebih merupakan proses perseptual daripada memori. Ada dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk materi yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Penyimpanan disini berlangsung cepat, hanya berlangsung sepersepuluh sampai seperempat detik. Sensory storage-lah yang menyebabkan kita melihat rangkaian gambar seperti bergerak, ketika kita menoton film.

Bila informasi ini berhasil ini di pertahankan pada STM, ia akan masuk LTM. Inilah umumnya kita kenal sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit sampai seumur hidup. Seperti disebut diatas, kita dapat memasukkan informasi dari STM ke LTM dengan chunking (membagi menjadi beberapa “chunk”), rehearsals (mengaktifkan STM untuk waktu yang lama dengan mengulang-ulangnya), chustering (mengelompokkan dalam konsep-konsep, seperti memasukkan elang, perkutut, dan jalak pada kelompok burung), atau method of loci (memvisualisasikan dalam benak kita materi yang harus kita ingat). Kita tidak bermaksud menguraikan strategi mengingat itu secara terperinci. Kita disini hanya ingin menunjukkan mekanisme kerja memori dalam menerima, mengolah, dan menyimpan informasi.

Prose keempat yang mempengaruhi penafsiran kita terhadap stimuli adalah berpikir. Dalam berpikir kita melibat semua proses yang kita sebut dimuka: sensai, persepsi, dan memori.
Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir autistic dan berpikir realistic. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. Dengan berpikir autistic orang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Berpikir realistic, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistic: deduktif, induktif, evaluative (Ruch, 1997:336).

Berpikir deduktif, ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut silogisme.
Contoh, yang klasik ialah :
Semua manusia bakal mati.
Socrates manusia.
Jadi, Socrates bakal mati.
Berpikir deduktif dapat dirumuskan ,”jika A benar, dan B benar, maka akan terjadi C”. Dalam berpikir deduktif, kita mulai dari hal-hal yang umum pada hal-hal yang khusus.

Berpikir Induktif, sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang khusus kemudian mengambil kesimpulan umum: kita melakukan generalisasi. Saya bertemu dengan Asep, mahasiswa FIKOM. Ia pandai bicara. Saya berjumpa dengan Heli, Yenni, Hamdan; semuanya mahasiswa FIKON dan pandai bicara. Saya menyimpulkan, mahasiswa FIKOM pandai bicara. Ketepatan berpikir induktif bergantung pada memadainya kasus yang dijadikan dasar.

Berpikir Evaluatif, ialah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilanya menurut criteria tertentu.

No comments:

Post a Comment